Senin, 21 Juni 2010

Zhong Sheng Yuan

Itulah namaku dalam bahasa Han Yu yang artinya suara bel dan merupakan sumber kebijaksaan. Lahir di hari rabu kliwon dengan bintang pisces dan shio tikus kayu, tidak menjadikanku sebagai manusia istimewa walau aku percaya bahwa aku adalah manusia yang terpilih.
Diawali dari detik-detik kelahiranku, ayahku tidak berada disamping ibu , karena sesuatu tugas mulia yaitu melobi pimpinan negara akan sebuah kajian peraturan undang-undang yang mendiskriminasi kaum komunitas etnik dalam lembaga dan tatacara kepercayaan agamanya oleh legislatif pada era politik orde baru. Sukses dalam melobi membuat ayahku percaya bahwa kelahiran seorang bayi laki-laki ini adalah sebuah isyarat untuk sesuatu perubahan baik bagi keluarga dan komunitas kelompok etnik tersebut.

Meski proses pertumbuhan masa kecilku layaknya anak kecil lainnya, ternyata keterlambatan dalam berbicara yang sempat kekhawatiran orang tua. Diceritakan bahwa saya dapat berbicara ketika mendapatkan doa berkat dari yang mulia Ven Beru Khyentse Rimpoche dari Nepal Tibet dalam perjalanan kunjungan ke Borobudur Jateng. Sekali lagi sesuatu fenomena menakjubkan terjadi “Aku bisa berbicara seketika "peristiwa inilah yang dijadikan lentera wejangan bagi kehidupan keluargaku". Belajar , berlatih, membersihkan dan membangun batin jatidiri yang bijak untuk meneteskan segala hambatan dalam kehidupan pengabdian. Boleh percaya boleh tidak , memang itulah kenyataan.

Tahun 1996 adalah era perubahan bagi tatanan kehidupan keluarga serta lingkunganku. Ayah yang merupakan seseorang yang sangat idealis dalam kepedulian membangun sumber daya manusia yang berkualitas untuk menyambut era dunia abad baru berupaya dengan sebuah rancangan yang mana contoh pelaksanaannya diterapkan di keluarga dan rekan dekat, termasuk diriku tak terelakan. Sebuah konsep rancangan pendidikan serta prioritas sasarannya (dari sebuah catatan tahun 1996 dijabarkan padaku tahun 2000)

  1. periode punca, lahir ~ 14 tahun, sasaran pendidikan keluarga.
  2. periode remaja,umur 15 ~ 24 tahun, sasaran pendidikan akademis.
  3. periode dewasa,umur25 ~ 34 tahun, sasaran pemahaman sosial.
  4. periode mandiri,umur 35 ~ 44 tahun, sasaran pemahaman jatidiri.
  5. periode mapan, umur 45 ~ 54 tahun, sasaran kebijakan berkarya.
  6. periode matang,umur 55 ~ 64 tahun, sasaran kebijakan berbakti.
  7. periode purna , umur 65~meninggal, sasaran kepastian spiritual.


Apakah saya menjadi bagian rancangan pelaksanaan tersebut? Hal yang pasti pendidikanku sesuai dengan tepat kurun waktu. Diawalinya dengan tamat di SD, SMP,SMU, sarjana dan master. Dan saat ini 2009, saya mendapatkan beasiswa Monbukagakusho dalam pendidikan program S3 diJepang dengan bidang riset penelitian pengendalian energi (Nuklir).

Inilah yang ingin kusampaikan, saat berumur 20 tahun ,saya mendapat arahan dan pandangan tentang perjalanan pendidikan akademis dalam pilihan yang harus ditempuh dengan pemahaman sosialisasi serta kebijakan berkarya yang mana akhirnya terjun berinteraksi di dunia penelitian.

Mungkin saya adalah manusia yang sangat beruntung mendapat bimbingan dibawah Dr,K.Hendrik Kurniawan , Dr.Kiichiro Kagawa , Dr.M.O.Tjia serta renkan-rekan peneliti senior yang mana memberi peluang serta tempat untuk berkarya dan menyertakan namaku sehingga tertera di “Google Cendekia”, Sekali lagi terima kasih untuk semuanya.

Sadar bahwa perjalanan masih panjang dan penuh tantangan, tentu perlu dukungan dari kebersamaan semua untuk tercapainya sebuah cita-cita kesuksesan yang bisa mengukir sejarah bangsa negara dan pengabdian kehidupan manusia yang maju dan beradab.

enjoy, peace and love from Sukra

Read More......

Kamis, 17 Juni 2010

Cendekia

Hei nama ayahmu ada di "Google Cendekia", sahabatku berkata. Dan aku hanya bisa berkata "O yah" seakan tidak mengetahuinya karena kusadari bahwa di negara ini masih minim akan masyarakat yang ingin mengetahui akan dunia cendekia.

Sejak dahulu didinding tembok dalam ruang kerja pribadi ayah terdapat tulisan di sebuah batu marmer dan ditanda tangani oleh seorang pemimpin bangsa "Spiritualisme, Patriotisme dan Nasionalisme adalah nilai-nilai dasar manusia Indonesia. Manusia yang cerdas dan berdaya saing yang dipimpin oleh pemimpin bijak dan tangguh adalah tiang kehidupan bangsa. Tempat yang indah dan teduh ini merupakan persemaian dan tumbuhnya tekad cita-cita serta prakasa untuk mengabdi dan berbuat terbaik bagi bangsa dan negara”.

Pada kenyataan sangatlah sulit bercerita tentang ayahku yang memiliki karakter “langka” dan kental akan kebijakan-kebijakan jawanisme, corak ajaran taoismenya , dan unsur Yin Yang dalam dualisme paradoks yang berkesinambungan. Benang merah yang jelas tetapi terbebas dari kepentingan dan keuntungan pribadi, demi terobosan spektakuler yang sulit dimengerti dan hanya kepastian dari proses yang sedang berjalan dan ditekuninya, yang mana membuat dirinya terkesan memiliki ciri dari tokoh “ free thinker & dewa gila.”

Ayah dilahirkan dalam keluarga sederhana , yang mana merupakan anak sulung dan laki-laki tunggal dari 5 saudara. Sejak remaja hidup mandiri, dan sempat bekerja sebagai kuli angkutan, pengantar barang elektronik, pegawai pelayan lepas waktu, guru sukarela. Akan tetapi keinginnan terus belajar terus ada dalam dirinya sebagi bukti nyata yaitu menuntut ilmu pengetahuan hingga ke berapa negara.

Catatan kecil tentang ayahku. Di era 80-an, ayah dikenal sebagai seorang terapis medis bertangan dingin dan pengabdi yang tulus dengan pola hidup sederhana. Jadi ingat kata kakek “Ayahmu membangakan, bersahaja, penuh kejutan,ketika resepsi pernikahannya juga diluar dugaan dihadiri oleh ketua MPR/DPR saat itu”. Pada dekade 90 an, karena pengetahuan bidang disiplin ilmu yang luas dan kemampuan profesi yang tinggi, jadi memungkinkan untuk berhubungan dan berinteraksi dengan para pengusaha berkaliber serta kaum elite pemerintah pusat dan daerah. Sipil serta militer dalam diskusi kajian pola pandang tentang sejarah, politik, ekonomi, sosial, budaya dan strategi untuk kemasa datang. Ayah lebih condong kearah konsep reformasi dan perubahan dalam koridor kultur bangsa dan pendidikan sumber manusia demi membangun sistem demokrasi tertata untuk menuju proses negara sejahtera yang maju, juga sebagai narasumber penasehat kandidat pimpinan Negara.

Pada era tahun 2000 an, untuk Indonesia maju, ayah mengfokuskan pikiran kebidang penelitian berteknologi dan pendidikan berlokakarya bersama rekan idealisnya mendirikan “Research center” non profit. Dibangunnya prasarana penelitian berteknoklogi nanosecond yang langka di bumi Indonesia. Pada tahun 2010 telah diawalinya era penelitian berteknologi pikosecond serta metode "non destructive test analsys" yang tak kalah dengan negara maju.

Lebih dari 180 publikasi ilmiah telah dihasilkan oleh para rekan peneliti sukarela si “Research center” serta ringkasannya tertera di dunia cyber ”Google cendekia” yang mana lebih dari 80 judul tercantum nama ayah. Saat ini Hirsch Index 9 dari 42 dokumen versi scorpus documents published.

Mungkin anda tidak percaya di era kehidupan komunikasi moderen, sosok ayahku yang langka ini tidak tersentuh dengan yang namanya HP. Kegiatan rutin sehari-hari berkendaraan umum, jalan kaki dan tugas "belajar dan berkarya” di dalam dunianya, dan padat waktu. Baginya “waktu itu belajar”, “waktu itu berkarya”, “waktu itu kehidupan”, inilah sebagian sisi sosok ayah yang “langka tapi logis” yang dihormati dan disegani oleh kami sekeluarga serta rekan-rekan sahabat , teman dan kelompok komunitasnya.

"Jika berjodoh dimanapun akan mudah saling memandu, bila tidak berjodoh di depan matapun sulit untuk saling menyapa"

Siapakah dia? Ini adalah secarit kertas coretan yang pernah dibuang mungkin bisa menjawabnya.

Aku manusia biasa yang luar biasa
Biasa akan proses hidup sama lahir dan mati
Luar biasa karena mempunyai tugas dan cita-cita
Demi menjaga bumi dan manusia yang mengabdi.

Aku manusia biasa yang telanjang transparan
Biasa karena drajat manusia sama dihadapannya
Luar biasa karena tiadanya beban dosa bayangan
Demi membuka pintu sukma jiwa dan hati
Apa artinya sebuah hidupku
Luar biasa dalam hidup kemuliaan manusia
Apa artinya sebuah namaku
Biasa telanjang tranparan tak bermakna

Inilah aku manusia biasa
Tranparan kekekalan jiwa dan sukma
Tanpa dengan nama noda
Inilah aku manusia luar biasa
Kehidupan manusia sejati
Tanpa dengan beban bayang dosa.

“seorang pemimpin intelektual bangsa membangun jati dirinya dengan berkarya dan hidup bersahaja, bukan menjadi seorang selebritis penari topeng di panggung sandiwara, untuk mencitrakan dirinya”.

“Mari kita belajar hidup dalam kenyataan dan menjalankan kejujuran, kesiplinan, ketekunan, kebenaran, kepastian dan tanggung jawab, untuk membangun kemuliaan jati diri ”.

Enjoy, peace and love freom sukra

referensi foto: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjS-uGSXHO_K_gtH9uNKa8v80lgf9TPGeEYi2UA7SlLzsnCNXRAUfRIiVCGhzoYmTARM6Maxx8-6E0lMqHEy7OLiIf4pVTzGBII-0UrfglalRnxgwQsK_QlKf9ce3r3XukrRt_cWecshpve/s400/Copy+of+Eagle.jpg

Read More......

Minggu, 06 Juni 2010

Xiao Bai Ge

Xiao Bai Ge (Merpati putih) adalah seorang wanita keturunan Tionghua. Berbintang Libra, bershio macan, dan tahun ini (2010) genap berusia 60 tahun. Sosok teguh, tekun, ulet, rajin, pantang menyerah demi cita-citanya ada pada dirinya yang mana juga berperan sebagai istri dalam keluarga sosial budaya timur.

Masa lalu dapat dikatakan sebagai masa suram baginya. Tepat pada 5 April 1966(Qingming) ketika masa remaja, terjadi tragedi pendidikan bagi kaum komunitas Tionghoa Indonesia. Sebuah tragedi dimana seluruh sekolah berbasis bahasa Tionghoa dan organisasi berbasis kechinaan dilarang. Sebagai suatu kebijakan politik pemerintah orde baru yang anti China. Masa remaja yang seharusnya ada di lingkungan sekolah, apadaya putus sekolah tak dapat terelakan. Sekolah terakhir yang pernah dirasakan hanya SMP Bazhong Chinese School Jakarta. Era kehidupan memaksakannya untuk membantu roda ekonomi keluarga, dengan kondisi belajar yang tidak kondusif.

Tekad untuk terus belajar, dan hanya berbekal bimbingan singkat dari kakek serta garis ibu seorang sastrawan puisi China perjalanan untuk menimba ilmu tidak berhenti di SMP. Dimulainya sebuah rangkaian karya tulis yang secara perdananya dimuat 13 Agustus 1970, pada Harian Indonesia (Terbit perdana 12 September 1966 sampai era kabinet reformasi Gusdur Oktober 1999) yang mana merupakan media koran satu-satunya yang berbahasa Tionghoa dalam kurun waktu 40 tahun. Saat ini karyanya sudah lebih dari 500 karya tulis yang berupa sastra puisi ,prosa, cerpen dan telah dimuat di beberapa media cetak berbahasa Tionghoa di dalam dan luar negeri. Sebuah karya yang tidak bisa dibilang sedikit.

Pada awal tahun 1980, Xiau Bai Ge menikah dengan seorang terapis medis yang sederhana, yang haus dan peduli akan perkembangan ilmu pengetahuan dan dunia pendidikan. Pada tahun 1996, sebuah peristiwa yang menjadi titik tolak akan adanya sebuah perubahan karena suaminya mendapatkan kepercayaan sebagai seorang inspirator, motivator, pembimbing dan penasehat bagi sanak keluarga dan komunitas kelompok belajar, rekan diskusi serta para peneliti untuk bersosialisasi menyambut dan menuju impian masyarakat baru dengan menuntut belajar ilmu pengetahuan dengan jenjang pendidikan dan keprofesionalan berkarya.

Dengan tekad yang keras dan dapat dorongan dari sang suami, sebuah perjalanan pendidikan Xiao Bai Ge dapat kembali berlansung. Berawal dengan mengikuti program pendidikan overseas (jarak jauh / Universitas terbuka ) Xiamen University, Fujian China jurusan bahasa China bidang sastra Hanyu. Tahun 2001, ia mengikuti tes ujian HSK dengan nilai 379. Tahun selanjutnya 2002, ia mendapatkan sertifikat Advence level. Tahun 2003, ia lulus Diploma kejuruan (Dazhuan) dan 2006 mendapatkan gelar Sarjana Sastra dengan judul skripsi “Kajian awal mini novel bahasa Tionghoa dalam kondisi serta perkembangan di Indonesia”. Pada tahun 2010 ini diusia 60 tahun, telah dijadwalkan pada 28 Juni nanti akan diwisuda dengan gelar Magister sastra bahasa China dari Universitas negeri Hua Qiao University, Fujian China (The Chinese Language & Culture of The Nasional Hua Qiao University) jurusan sastra moderen, bidang studi sastra China dikawasan Hongkong, Macao, Taiwan dan perantauan dengan tema tesis “Pengkajian mini novel bahasa Tionghoa di Indonesia”.

Inilah gambaran sebuah keluarga sederhana yang sangat peduli akan profesi sebagai guru, pengajar, peneliti dan sangat atensi pada pengenalan jati diri dengan konsep belajar dan belajar, serta tidak ada kata lambat demi kesuksesan dan perkembangan pengetahuan demi mengabdi kehidupan manusia dalam masyarakat sosial budaya bangsa di zaman demokrasi dan teknologi moderen.

Enjoy, peace and love from Sukra

referensi foto: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjJnIVBloPyfZpZqrbFIC1O28onig9MCSE0oH41KRG9o98WtQRaxYO2ZmVJ7RVEa9lvMpdbb2YAqe9JTtH1W06a6_ROKdsA_Cxbty2gckQSn8XR3rrG2Qhx9aC2jGYUKdHAU1e11MidIsc/s400/698dove.jpg

Read More......

Artikel Favorit dalam 1 minggu